SULTENG RAYA – Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia ( DPC Peradi) Palu kembali melaksanakan program rutin berupa pendidikan lanjutan bagi para anggotanya, khususnya bagi advokat muda di Kantor Peradi Palu, Jumat (23/5/2025).
Kegiatan yang dilaksanakana secara hybrid (gabungan kegiatan tatap muka dan online) itu, membahas perkembangan ketentuan-ketentuan terbaru mengenai Praperadilan yang disampaikan langsung oleh Ketua Peradi Palu, Dr. Muslim Mamulai, SH., MH.
Ketua Muslim Mamulai, mengatakan, kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin DPC Peradi Palu dalam rangka merefleksi pemahaman anggota DPC Peradi Palu, khususnya bagi advokat muda.
“Kegiatan seperti ini memang sudah menjadi kegiatan rutin Pengurus DPC Peradi Palu. Tujuan kegiatan ini sebenarnya untuk refleksi sekaligus menguatkan pemahaman mengenai aturan-aturan terbaru yang berkaitan dengan Praperadilan,” kata Muslim Mamulai.
Ia menjelaskan, Praperadilan merupakan salah satu upaya atau bentuk pengawasan terhadap penyidikan, penuntutan apakah tindakan penyidik ataupun penuntut umum.
“Kalau kita merujuk pada KUHAP, maka materi Praperadilan tersebut terdiri dari, sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka, atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan,” jelasnya.
Namun, kata dia, dalam perkembangannya objek praperadilan telah diperluas lagi dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 , dimana objek praperadilan bukan hanya terbatas pada apa yang disebutkan dalam KUHAP, melainkan termasuk pula Penetapan Tersangka dan Penggeledahan, serta Penyitaan yang tidak sah.
“Kemudian, Mahkamah Konstitusi juga memberikan ruang bagi tersangka untuk melakukan praperadilan apabila tersangka/terlapor pada saat berstatus sebagai terlapor belum menerima SPDP( Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dalam waktu tujuh hari. Hal ini sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 102/PUU-XIII/2015, menyatakan bahwa tentang penyampaian SPDP tidak hanya diwajibkan kepada jaksa penuntut umum, akan tetapi wajib juga kepada Terlapor dan korban/pelapor dengan waktu paling lama tujuh hari, dimana sebagai acuannya adalah adanya prinsip due process of law (proses hukum yang adil),” jelasnya.
Selanjutnya, Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) juga telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2016 yang juga mengatur tentang objek dan pemeriksaan praperadilan. Selain itu, MARI juga telah menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 tahun 2018 yang membatasi hak tersangka mengajukan Praperadilan apabila tersangka dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Materi-materi ini yang kemudian kami diskusikan dengan anggota Peradi. Diharapkan dengan adanya kegiatan pendidikan berkelanjutan seperti ini, dapat menambah referensi bagi anggota DPC Peradi dalam melaksanakan kewajiban mendampingi kliennya. Alhamdulillah, pas kegiatan, para peserta yang hadir sangat antusias dalam bertanya dan berbagi pengalaman,” ucapnya.
Diketahui, kegiatan tersebut diikuti puluhan advokat anggot DPC Peradi Palu, baik tatap muka langsung maupun melalui dalam jaringan (online). *WAN