Oleh: Naharuddin

Masalah penurunan produktivitas lahan dianggap sebagai salah satu hal yang menghambat proses pembangunan di suatu wilayah. Salah satu wilayah yang masih banyak dijumpai masalah tersebut adalah wilayah Kabupaten , Sulawesi Tengah. 

Desa Tuva merupakan wilayah yang rawan hidrometeorologi setiap intensitas hujan yang tinggi. Perubahan iklim yang terjadi membuat meningkatnya frekuensi kejadian bencana hidrometerologi salah satunya yaitu bencana banjir. Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan sejumlah fasilitas umum seperti posyandu dan sekolah serta sejumlah permukiman warga disertai lumpur menjadi rusak berat. Secara sederhana banjir didefinisikan sebagai peristiwa atau keadaan terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.

Desa Tuva termasuk dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Miu termasuk dalam wilayah klasifikasi DAS yang perlu dipulihkan, memiliki siklus banjir tahunan yang disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi dan buruknya kondisi sungai, dan tidak diimbangi dengan proses infiltrasi yang baik sehingga air mengalir melalui surface runoff sehingga menimbulkan bencana banjir. Saat daerah ini sering dilanda banjir dipengaruh oleh faktor hidrometeorologi dan kondisi fisik wilayah yang ada.

Penggarapan lahan potensial termasuk lahan tidur secara lebih maksimal, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Salah satu upaya untuk tersebut adalah dengan pemanfaatan lahan-lahan potensial termasuk lahan tidur. Namun demikian pemanfaatan potensi sumberdaya lahan pertanian yang cukup besar ini, akan mengalami ancaman kerusakan yang cukup serius jika dalam pengolahannya tidak mengikuti sIstem pertanian konservasi dengan penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang benar yang dapat mengakibtakan tingginya aliran permukaan dan erosi serta penurunan produktivitas lahan.

Jika teknologi pengolahan lahan yang dilakukan di Desa Tuva Kecamatan Gumbasa cenderung mengabaikan pemanfatan lahan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, maka akan terus dapat menyebabkan penurunan produktivitas lahan yang pada gilirannya berdampak pada perubahan ekosistem yang mengarah ke degradasi lingkungan dan penurunan kualitas hidup masyarakat.

Adopsi Teknologi Konservasi Tanah-Air dan Penambahan Biochar ke Dalam Tanah

Di Desa Tuva masih banyak dijumpai kegiatan bertani atau mengelola lahan yang dilakukan sampai pada kemiringan yang curam hingga sangat curam. Pola tanam yang dilaksanakan di lahan kering masih bersifat tradisional. Penterasan yang dilakukan masih perlu disempurnakan agar memenuhi persyaratan teras kontur sempurna. Produksi lahan yang mereka garap umumnya masih relatif rendah karena sistem budidaya yang diterapkan masyarakat belum intensif. Selain itu kondisi lahan yang miskin akan zat hara dan cenderung berbukit juga menjadi kendala dalam pengelolaan. Menurut Priswantoro et al., (2021), perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah. Akibat degradasi oleh erosi ini berdampak dengan semakin meluasnya lahan kritis.

Kondisi tersebut menyebabkan kedalaman lapisan olah kurang dari 10 cm dengan berat volume 1,6 g/cm3. Risiko lain adalah terjadinya deteriorasi bahan organik tanah akibat tidak seimbangnya input bahan organik dengan laju kecepatan dekomposisi. Situasi aerobik yang dominan dalam sistem manajemen tradisional menyebabkan dekomposisi bahan organik berjalan cepat. Faktor lain penyebab rendahnya bahan organik antara lain dipengaruhi oleh persentase partikel pasir yang tinggi dengan muka air tanah yang dangkal menyebabkan bahan organik mudah tercuci dan menumpuk pada subsoil dan tidak tersedia bagi tanaman. Akibatnya lahan mempunyai produktivitas yang rendah disebabkan petani tidak menggunakan teknologi dan pemupukan.

Salah satu upaya untuk peningkatan produktivitas lahan adalah memelihara kesuburan tanah dan tanaman dengan cara memberikan biochar. Biochar merupakan arang hayati dari sebuah pembakaran tidak sempurna sehingga menyisakan unsur hara yang dapat menyuburkan lahan (Asroh dan Danial, 2023). Biochar atau arang merupakan materi padat yang terbentuk dari karbonisasi biomassa. Biochar dapat ditambahkan ke dalam tanah dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi tanah, konsistensi komposisi kimia tanah yang baik dan mengurangi emisi dari biomassa yang secara alami terurai menjadi gas rumah kaca (Nurlaeny et al., 2023).

Biochar juga mempunyai fungsi sebagai pengikat karbon yang cukup besar. Biochar memiliki bulk density yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanah mineral, oleh karena itu aplikasi biochar dapat mengurangi kepadatan tanah . Biochar mengandung lebih dari 90% pori dengan diameter < 2 mm sehingga penambahan biochar ke dalam tanah dapat meningkatkan ketersediaan kation utama dan menaikkan KTK hingga 40% KTK awal. Aplikasi biochar mampu menurunkan kepadatan tanah, meningkatkan porositas, KTK, serta K dan Ca yang dapat dipertukarkan. Bahkan biochar yang berasal dari sekam padi mengandung SO2 20% dari berat keringnya, sehingga ketersediaan Si tanah meningkat yang akan ikut menaikkan produktivitas lahan (Enzeta et al., 2022). Aplikasi biochar merupakan paket teknologi yang ekologis untuk perbaikan sifat kimia dan fisik tanah serta produktivitas tanaman secara berkelanjutan (Lucky et al., 2022).

Biochar dapat menjadi bahan penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesuburan tanah di daerah yang mempunyai sumber daya organik yang rendah dan terbatasnya input pupuk kimia. (Penulis adalah dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako)