Penurunan Performa Akademik: Energi mental yang seharusnya digunakan untuk belajar tersita untuk menghadapi tekanan sosial dan membangun pertahanan diri.

Isolasi Sosial: Ketakutan akan menjadi bahan ejekan membuat siswa menarik diri dari aktivitas sosial dan pembelajaran kolaboratif.

Internalisasi Negatif: Ejekan yang berulang dapat membuat siswa mempercayai label negatif yang diberikan, sehingga membentuk konsep diri yang buruk.

Perpetuasi Siklus Kekerasan: Korban kekerasan verbal cenderung menjadi pelaku di kemudian hari sebagai mekanisme pertahanan atau balas dendam.

Sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan budaya komunikasi yang sehat. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan:

Membangun Kesadaran Kolektif: Seluruh civitas akademika perlu memahami bahwa tidak ada kekerasan yang dapat dijustifikasi dengan dalih humor. Program edukasi tentang dampak kekerasan verbal harus menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi (hidden curriculum).

Menetapkan Konsekuensi yang Jelas: Sekolah perlu memiliki kebijakan tegas tentang kekerasan verbal dengan sanksi yang proporsional dan mendidik, bukan sekadar menghukum.

Menciptakan Safe Space: Lingkungan sekolah harus menjadi tempat di mana setiap siswa merasa aman untuk mengekspresikan diri tanpa takut diejek atau dipermalukan.