Danau Toba terlalu indah untuk dilupakan. Danau Toba teramat sayang untuk dikotori. Begitu kita menilai Danau Toba, danau volcano terbesar di dunia ini. Danau Toba sejak dulu adalah kebanggaan utama Sumatera Utara. Jauh sebelum tahun 90-an, Danau Toba telah menjadi destina pavorit wisatawan mancanegara. Anjlok pada krisis moneter Tahun 1997-1998. Sangat lambat untuk bangkit kembali hingga sekarang.
Oleh : Karmel Simatupang
Ada dua persoalan mendasar, yakni kerusakan lingkungan dan kurangnya perhatian Pemerintah Pusat dan Provinsi, diperparah lagi oleh tindakan Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Akibatnya, Kawasan Danau Toba jongkok prestasi dalam pemulihan. Sampai kini, mengungkit pariwisata Danau Toba masih setengah hati.
Pariwisata dalam era globalisasi sesungguhnya mendapat tempat spesial. Proyeksinya pariwisata berbasis “back to the nature.” Bagaimana sebuah Negara atau daerah mempoles daerah khusus pariwisata dengan syarat ‘ramah lingkungan’ kemudian kampanye global.
Danau Toba punya keunikan alami dan memenuhi unsur ‘daerah spesial,’ baik dari segi sejarahnya maupun dari kekayaan budaya di dalamnya. Danau Toba adalah situs sejarah dunia, karena proses pembentukannya yang menggetarkan bumi dan menyebabkan kematian massal makhluk hidup bumi hingga 1/3. Ialah Gunung Toba raksasa yang meletus dalam 3 periode ribuan tahun silam. Terkuat dalam 2 juta tahun terakhir. Menyisakan misteri mendalam dan menghasilkan kaldera maha indah, yakni Kaldera Danau Toba.
Dampak globalisasi dan pemberlakuan perdagangan bebas (free trade) Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015 akan sangat terasa di Sumut. Selain karena Sumut adalah kota terbesar ke-3 di Indonesia, posisi Sumut dalam geopolitik ASEAN sangat strategis.
Kita bisa saksikan dari serangkaian pembangunan infrastruktur Sumut berkelas Internasional. Mulai dari Bandara Internasional Kuala Namu (KNIA), Pelabuhan Kuala Tanjung Internasional dan Industri Hilir Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei. Rencana Pembangunan Jalan Tol Binjai-Medan-Kuala Namu-Tebing Tinggi.
Pada 27 Maret 2014 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengukuhkan Danau Toba menjadi Taman Bumi (Geopark) Kaldera Toba. Dengan ditetapkannya Danau Toba secara resmi sebagai Geopark Nasional, serta diperjuangkan menjadi anggota Jaringan Geopark Global (GGN) UNESCO, Danau Toba sesungguhnya sudah masuk dalam kampanye internasional. Sebagai bagian dari situs dunia.
Akan tetapi seperti apa kondisi di lapangan terhadap lingkungan Kawasan Danau Toba (KDT)? Jawabannya, belum ada perubahan, dengan kata lain, eksploitasi lingkungan masih lancar berjalan. Ini begitu disayangkan.
Pemerintah mendukung Geopark Kaldera Toba pemerintah pula yang masih melakukan politik pembiaran pengrusakan KDT. Utamanya korporasi skala besar yang secara massif melakukan pelanggaran berat atas ekosistem Danau Toba. Sebutlah perusahaan bubuk kertas/Toba pulp dan PT. GDS Samosir yang menggunduli Hutan KDT, PT. Aquafarm Nusantara dan PT.Allegrindo Nusantara yang mencemari air minum Danau Toba.
Tidak boleh kompromistis terhadap hal ini. Berbagai elemen masyarakat sudah begitu lama menyuarakan hal ini tetapi ke-4 perusahaan diatas sangat kuat. Mereka terlalu leluasa merusak ekosistem KDT diatas kepentingan ekonomi. Ibarat Goliat raksasa yang belum bisa dikalahkan siapapun. Celakanya, Aquafarm maupun Allegrindo adalah perusahaan milik asing, yang sepenuhnya hasil dan keuntungannya untuk asing dan dilegitimasi pemerintah.
Jokowi dan Masa Depan Danau Toba
Pergantian tampuk kekuasaan, pada 20 Oktober 2014, oleh berbagai kalangan dan kita saksikan sendiri sangat mendambakan perubahan siginifikan. Kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah kemenangan rakyat Indonesia dari segala keterpurukan selama ini. Pertama-tama Jokowi-JK akan melakukan Revolusi Mental. Membuktikan bahwa Indonesia adalah hebat. Begitu kampanye dan janji Jokowi-JK sebelum Pilpres.
Mengacu kepada kemenangan Jokowi-JK di 7 Kabupaten kawasan Danau Toba, yakni; Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Dairi, Karo dan Simalungun; sangat fantastis. Rata-rata diatas 90 persen. Bahkan Kabupaten Samosir, Jokowi-JK menang telak 94,46%, (merdeka.com, 17/7/2014).
Lalu apakah berjalan paralel dengan perhatian pemerintahan Jokowi-JK kepada KDT? Apalagi diketahui bahwa sebagian besar Tim Pemenangan Jokowi-JK adalah orang Tapanuli, yang mau tidak mau, memiliki ikatan batin dengan Tanah Batak.
Apa yang bisa kita simpulkan dengan keadaan ini.
Publik harus terus menyuarakan kepada presiden terpilih. Karena kita sangat mencintai Danau Toba untuk bersemi kembali; dirindukan semua orang. Masyarakat Toba dan seluruh pemerhati Danau Toba punya hak besar, mendesak Pemerintahan Jokowi-JK segera memulihkan Danau Toba.
Dari sisi lain yang bisa kita pakai untuk memprediksi Danau Toba kedepan, ialah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 di KDT, yakni Tobasa, Samosir dan Humbahas. Isu Danau Toba, harus masuk unsur terpenting elektabilitas Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati. Publik dapat menguji, apakah calon punya keterkaitan atau legitimasi pengrusakan ekosistem Danau Toba sekitarnya.
Kekuatan opini masyarakat dan pemerhati Danau Toba harus memastikan bahwa bakal calon yang akan maju dalam kontestan, steril lingkungan atau tidak. Dengan kata lain, isu Danau Toba memiliki kekuatan moral untuk menyeleksi.
Sebaliknya, jika sang calon memiliki trade record perjuangan pemulihan Danau Toba selama ini, akan menjadi nilai plus dan penentu, bahwa publik percaya dari kaitan eksploitasi Ekosistem Danau Toba dan upaya pemajuan pariwisata Danau Toba berbasis lingkungan dan mensejahterakan masyarakat lokal. ***
Penulis adalah anggota Perhimpunan Jendela Toba (Toba Windows) dan Mahasiswa Master International Relation, Tunghai University, Taiwan.
Komentar