SULTENG POST- Dalam rangka memperingati hari anti kekerasan terhadap perempuan sedunia yang bertepatan pada 25 November 2014, puluhan massa dari Korps HMI Wati (KOHATI) HMI MPO Cabang Palu, Serikat Mahasiswa Progresif (SMIP) dan Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMAD) serta NORMA RAE menggelar aksi damai di bundaran Universitas Tadulako, Selasa (25/11).
Dalam orasinya, Ketua Kohati Nur Asmara mengatakan bahwa aksi damai tersebut dilakukan sebagai bentuk rasa kepedulian terhadap nasib para perempuan yang selama ini selalu mendapatkan tindak kekerasan.
Lebih lanjut kata Asmara, dari tahun ke tahun kasus kekerasan terhadap perempuan makin meningkat. Budaya patriarki secara tidak langsung telah melegalkan kekerasan dan penindasan terhadap perempuan, seakan-akan kekerasan merupakan hal yang lumrah dilakukan.
“Perempuan telah disandera, dipenjarakan dan dipasung oleh belenggu patriarki,” tegasnya
Untuk itu, ia berharap dengan seringnya menyuarakan tentang tindak kekerasan terhadap perempuan dapat meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
Sementara itu, Hanik Makhliatus Samawiyah dalam orasinya menyampaikan, bahwa kekerasan terhadap perempuan hingga detik ini masih merajalela di dunia termasuk di negara indonesia.
“Kekerasan terhadap perempuan sejatinya tidak hanya berasal dari faktor-faktor eksternal tapi juga faktor internal dari perempuan itu sendiri. Kaum perempuan masih banyak yang tidak peka dan tidak peduli terhadap hak-haknya, sehingga secara tidak langsung telah direbut oleh kaum yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Yang lebih ironi lagi kata hanik, kaum intelektual yang seharusnya meneriakkan anti kekerasan terhadap perempuan, justru melakukan tindakan-tindakan kekerasan itu sendiri tanpa berpikir jauh ke depan, bahwa tindakan kekerasan yang dilakukannya merupakan cermin bagi generasi penerus masa depan.
Sekarang ini lanjutnya, tidak sedikit civitas akademika yang hanya mengayunkan kaki berpangku tangan melihat kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan.
Dalam orasinya hanik juga mengimbau penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja-kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik ormas, aktivis HAM perempuan, pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Sehingga bisa mencegah terjadinya kekerasan terhadap kaum perempuan.
Selain menggelar orasi, massa juga membagi-bagikan bunga mawar kepada para pengendara sepeda motor dan mobil yang melintas di bundaran kampus Untad Palu. Bunga mawar dianggap simbol bahwa perempuan harus senantiasa diperlakukan dengan lemah lembut penuh kasih sayang. RUSLI
Komentar