SULTENG POST- Ratusan mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) yang melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM berakhir bentrok dengan ratusan aparat Brimob dari Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis (13/11/2014).
Aparat dengan beringas memukul mundur mahasiswa sampai ke dalam kampusnya.
Tak hanya menembakkan gas air mata, puluhan sepeda motor mahasiswa dan mobil dosen yang terparkir di dalam area kampus rusak parah dipukuli dengan pentungan dan dilempari dengan batu oleh polisi.
Polisi juga mengejar mahasiswa sampai ke dalam kampus UNM dan memukuli beberapa mahasiswa, mahasiswi, serta dosen yang sedang melakukan perkuliahan di ruangan.
Puluhan mahasiswa yang berhasil tertangkap oleh polisi diseret dan juga dipukuli hingga babak belur.
Belum diketahui penyebab kericuhan tersebut, namun dugaan bentrok akibat Wakapolrestabes Makassar AKBP Toto Lisdianto terkena busur saat melakukan pengamanan demo tersebut.
Dalam bentrokan antara mahasiswa dengan polisi ini, wartawan pun tak luput dari keberingasan aparat yang tidak hanya memukuli wartawan tapi juga merampas dan merusak beberapa alat liput media seperti kamera dan memori wartawan.
Sejumlah wartawan ikut jadi korban seperti wartawan Metro TV, Waldy, terluka parah terkena pukulan polisi.
Selain Metro TV, wartawan lainnya yang ikut jadi korban pemukulan aparat adalah Iqbal (Fotografer Koran Tempo), Asep Iksan (Koran Rakyat Sulsel) dan Arman (MNC TV), Ikrar (Celebes TV), dan Aco (TV One).
Waldy dilarikan ke rumah sakit dan menerima lima jahitan pelipis kirinya, sementara wartawan lainnya mengalami luka lebam.
Berdasarkan pantauan, pemukulan wartawan ini terjadi ketika kartu memori milik Iqbal dirampas oleh polisi.
Kemudian muncul Waldy untuk mencegah aksi polisi. Namun, Waldy malah menjadi amukan polisi yang mengakibatkan pelipis kiri jurnalis ini mengalami robek sepanjang 5 centimeter. Waldy kemudian dilarikan ke RS Islam Faisal. Ikrar pun mengalami kekerasan aparat kepolisian Makassar.
Demikian pula dengan kameramen TV One, Aco yang sedang mengambil gambar di atas tembok pagar kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar yang bersebelahan dengan gedung Phinisi, ditarik turun oleh aparat.
COPOT KAPOLDA!
Upaya pembubaran paksa aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) yang dilakukan ratusan aparat kepolisian dari Satuan Sabhara Polrestabes Makassar dan satuan Brimob Polda Sulsel di Jl AP Pettarani, Kamis (13/11/2014) berujung bentrokan.
Bahkan wartawan menjadi sasaran amukan Polisi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Perhimpunan bantuan hukum dan HAM indonesia (PBHI) Sulsel, Wahidin Kamase mengatakan sangat mengutuk keras tindakan refresif aparat kepolisian dalam kejadian ini. Tindakan yang dilakukan aparat kepolisian itu sudah tidak sesuai tupoksinya.
Menurutnya, Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Fery Abraham dan Kapolda Sulsel Irjen Pol Anton Setiadji harus dicopot dari jabatannya.
“Kapolda dan Kapolrestabes harus mempertanggunjawabkan tindakan arogansi anggotanya. Keduanya harus dicopot dari jabatannya karena tidak mampu memimpin anggotanya dengan baik,” katanya.
Padahal menurut Wahidin, wartawan hanya menjalankan tugas negara untuk mengejar informasi, justru Brimob melakukan pelarangan peliputan bahkan mengalami pemukulan.
“Kapolri maupun kapolda harus bertanggungjawab terhadap kejadian ini. Kami meminta Komnas HAM turun melakukan pengusutan kasus ini ,” ucap Wahidin.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulselbar, Komisaris Besar Polisi Endi Sutendi yang dikonfirmasi depan kampus UNM mengatakan, tindakan brutal polisi terjadi spontanitas.
Anggota melakukan penyerangan karena pimpinannya terkena panah.
“Saya minta maaf kepada rekan-rekan media yang mendapat perlakuan kasar saat melakukan peliputan. Tindakan itu spontanitas dilakukan anggota, setelah pimpinannya terkena panah. Ya, puluhan mahasiswa yang berhasil diamankan,” katanya. DTC/OKZ/TRB
Komentar