SULTENG POST- Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Palu mensinyalir marakanya peredaran THD di tengah masyarakat, khususnya dikalangan remaja dan pelajar di Kota Palu melibatkan sejumlah oknum Apoteker dengan memperjualbelikan obat jenis penenang tersebut tanpa resep dokter.
Untuk mengatasi hal itu, Kepala BNN Kota Palu, AKBP Sumantri Sudirman, berinisiatif mengundang sejumlah Apoteker dan pemilik Apotik di Kota Palu untuk membahas persoalan menyangkut masa depan anak bangsa tersebut.
Namun, pada pertemuan yang dilaksanakan di ruang kerjanya pada Jumat pagi (7/11) dan dihadiri pula Kasat Narkoba Polres Palu, Yody Harianto. Kepala BNNK Palu sangat menyayangkan dari 10 undangan untuk Apoteker dan pemilik Apotik, hanya enam yang hadir.
“Saya sangat menyayangkan sekali, pada hal yang kita bahasa ini adalah terkait masa depan anak bangsa, bayangkan kalau anak-anak ini rusak semua mau dibawah kemana negara ini, seharusnya teman-teman itu sadar, salah satu yang menentukan itu adalah mereka-mereka itu (Apoteker dan pemilik Apotik),” katanya.
Berdasarkan data yang dimiliki BNN Kota Palu, saat ini pengguna narkoba di Sulteng mencapai 1 persen dari total penduduk yang mencapai kurang lebih 300.000 jiwa. Sedangkan di Indonesia, pengguna telah mencapai 4 juta lebih. Oleh karena itu kata Sumantri, harus ada sikap untuk penyamakan persepsi antara pemerintah, dalam hal ini BNN Kota Palu dan Kasat Narkoba Polresta Palu dengan Apotek yang berlokasi di Kota Palu.
Sudirman berharap pasca pertemuan ini, pihak apotek lebih berhati-hati dalam menjual obat-obatan dan bahan adiktif lainnya, terutama pada remaja dan pelajar. Sehingga upaya remaja menyalahgunakan obat-obatan tersebut dapat dibendung.
“Patut dicurigai jika ada orang yang membeli obat lebih dari biasanya, jika perlu mintakan foto copy KTPNya,”pesannya.
Sementara itu, Kasat Narkoba Polres Palu, Yodi Harianto saat dimintai tanggapannya mengatakan, salah satu penyebab begitu bebasnya penjualan obat-obatan adalah kualitas SDM karyawan apotik itu sendiri.
Berdasarkan temuan di lapangan, banyak apotik di Kota Palu mempekerjakan karyawan yang bukan berlatar belakang pendidikan dari Farmasi/Apoteker. Sehingga mayoritas dari karyawan apotik tersebut tidak memahami bahaya penggunaan obat diluar resep dokter.
“Kedepan, karyawan yang direkrut itu harus berdasarkan kebutuhan, jika itu di tempatkan diapotik ya apoteker atau farmasi, karena dia lebih memahami pekerjaan itu, atau karyawannya dibinalah dengan baik,” pesannya.
Selain itu, Yodi Harianto juga menyarankan kepada Balai Pengawas Obat dan Makanan sebagai lembaga yang memilikiberkompeten dan punya wewenang dalam bidang pengawasan terhadap Apotek-apotek di Kota Palu untuk lebih aktif lagi. Mengingat aparat kepolisian tidak dapat mengawasi Apotik di Kota Palu ini selama 24 jam.
Pada kesempatan yang sama, perwakilan dari Apotik Baru, Bachri Hansim mengaku sangat mengapresiasi pertemuan tersebut. Mengingat banyak ilmu yang bisa didapat usai pertemuan.
Sebagai bentuk apresiasi, selaku pengurus GP FARMASI dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Palu, Bachri berjanji akan memfasilitasi pertemuan BNN Kota Palu dan pihak kepolisian dengan seluruh karyawan apotik, Apoteker dan pemilik apotik serta stakeholder terkait guna membahas persoalan tersebut.
Sementara dari Apotik Metro, Muji Utomo meminta agar isi undangan lebih dipertegas lagi, agar tidak ada undangan yang tidak hadir. AMI
Komentar