oleh

PROYEK TANGGAP DARURAT DILIDIK JAKSA, Anggota DPRD Diduga Terlibat

-Politik-dibaca 553 kali

SULTENG POST – Banyaknya kejanggalan pada proyek darurat tanggap bencana di 23 titik di Kabupaten Parigi Moutong, kembali mencuat dipermukaan. Proyek yang kini dibidik Kejati Sulteng ini juga ditenggarai melibatkan Anggota DPRD Parmoit.

Hal itu dikemukakan salah seorang aktivis di Kabupaten Parmout, Hamzah Tjakunu. Dia mengatakan, pihaknya memberikan apresiasi kepada penegak hukum yang telah mengambil langkah penyidikan pada proyek tanggap darurat bencana 23 titik.

“Saya berharap penegak hukum benar-benar menelusuri kasus tersebut sesuai dengan prosedur hukum yang ada,” ungkapnya.

Baca Juga :   Dr Salim: Butuh Kebersamaan Membangun Bangsa, Stop Saling Curiga

Menurut dia, dalam proyek tersebut diduga banyak pihak yang terlibat. Misalnya, adanya keterlibatan sejumlah anggota DPRD pada periode sebelumnya, yang meloloskan pembayaran proyek tanggap darurat bencana 23 titik tersebut senilai Rp6 miliar. Begitu juga pada anggota DPRD Parmout yang baru, yang diduga ikut mendapat bagian karena mengerjakan proyek tersebut.

Selain itu kata dia, banyak kejanggalan lainnya yang dalam proyek tersebut, diantaranya dokumen ganda proyek tanggap darurat bencana 23 titik, dimana pada tahun 2011 nilai anggaran proyek tersebut sebesar Rp9 miliar. Sementara pada tahun 2012, proyek tersebut bernilai Rp6 miliar. Padahal, berbagai item dan materi pekerjaan pada dua dokumen tersebut tidak jauh berbeda, tetapi ada kenaikan harga pada dokumen tahun 2011.

Baca Juga :   Dr Salim: Butuh Kebersamaan Membangun Bangsa, Stop Saling Curiga

Bahkan, pada dokumen tahun 2012 dengan anggaran Rp6 miliar, terdapat surat pernyataan Bupati Parmout Samsurizal Tombolotutu, dengan nomor 17/12.299/BPBD-PM/2011 hanya ada tiga kecamatan yang dinyatakan dilanda bencana. Ketiga kecamatan itu yakni, Kecamatan Tinombo, Torue dan Balinggi, dan dalam surat pernyataan itu menjelaskan jumlah korban mencapai 636 KK, 2.313 jiwa, mengungsi 119 KK dan rumah terendam air sebanyak 636 unit serta rumah rusak berat 119 buah. Selan itu, dokumen tahun 2012 itu diperkuat dengan surat berkop rekomendasi Gubernur Sulteng, Longki Djanggola bernomor 360/345/ BPBD /2012.

“Ini juga yang perlu ditelurusi oleh penegak hukum, karena ada korban jiwa. Selain itu apakah benar lokasi proyek tersebut,” tandasnya.

Baca Juga :   Dr Salim: Butuh Kebersamaan Membangun Bangsa, Stop Saling Curiga

Berdasarkan informasi yang diperoleh, meskipun berdasarkan dokumen usulan anggaran dengan nilai Rp9 miliar ditahun 2011 dan Rp6 miliar ditahun 2012, proyek itu dikerjakan oleh 23 kontraktor. Namun, pada kenyataannya proyek itu hanya dikerjakan oleh sejumlah kontraktor yang memiliki dua hingga empat paket pekerjaan.
Diduga agar proyek non tender tersebut, tidak terlihat dikerjakan oleh beberapa perusahaan saja, praktik pinjam pakai perusahaan pun dihalalkan. Bahkan, disinyalir pihak perusahaan yang meminjamkan perusahaannya diberikan persenen dari nilai pekerjaan. OPPIE

Komentar

News Feed