SULTENG POST – Terlepas dari kritik atas berbagai kondisi kekinian partai golkar, secara pribadi saya melihat gejala dalam partai golkar yang membuat saya sungguh prihatin. Ada satu persoalan yang menurut saya penting untuk dicermati dalam melihat perjalanan partai beringin yang dahulu begitu berjaya, yakni sikap kader partai yang seolah-olah mulai menyampaikan pendapatnya melalu jalan konfrontasi terbuka atas berbagai kebijakan dan keputusan partai.
Sebagai kader partai yang hidup dan besar bersama partai golkar, saya merasa sudah waktunya menyampaikan sikap terbuka ini. Utamanya bagi pihak-pihak yang senantiasa berusaha megobok-ngobok partai hanya demi alasan kepentingan sesaat. Karena bagi saya Golkar sebagai sebuah partai, terlalu besar jika hanya dijadikan sebagai sebuah alat untuk memenuhi keinginan berkuasa segelintir orang.
Sebuah partai yang sehat tentu saja membutuhkan dinamika di dalamnya, dimana terjadi proses dialektika, perdebatan dan curah gagasan. Namun dalam kondisi apapun ketika sebuah keputusan telah diambil, diskusi telah selesai, dan masing-masing pihak telah menyampaikan aspirasinya maka saatnya untuk tunduk dan patuh pada setiap kebijakan partai.
Proses inilah yang menurut saya terkadang membuat dinamika politik internal golkar saat ini, terkadang menjadi begitu liar dan berada di luar kontrol dari sikap yang sudah disepakati. Misalnya saja, persoalan munas Golkar yang telah ditetapkan akan dilaksanakan pada tahun 2015 nanti.
Namun sejumlah orang dengan mengatasnamakan kader golkar justru mendesak dilaksanakannya munas secepat mungkin ditahun 2014. Bagi saya, soalnya bukan pada waktu munas, apalagi sekedar mempertahankan kekuasaan ketua umum golkar, soalnya adalah desakan tersebut dilaksanakan dengan menggunakan tekanan diluar jalur formal institusi partai.
Patut diingat tradisi golkar adalah muswarah, gotong royong, dan prinsip-prinsip kekeluargaan dalam mengambil segala bentuk keputusan politiknya. Golkar sebagai sebuah kekuatan tengah dalam politik indonesia selama ini menjadi contoh bagaimana sebuah transisi kepemimpinanya berlangsung tanpa kegaduhan, apalagi perang wacana media.
Sebagai sebuah partai yang harus beranjak menjadi partai modern, sebagaimana tuntutan zaman dan kondisi demokrasi indonesia yang semakin maju, saya cukup paham tiga hal yang harus mulai dipikirkan golkar di masa depan yakni pengorganisasian yang modern, penempatan kader berdasarkan keahlian bukan karena kedekatan, serta prinsip-prinsip egaliter (keterbukaan). Dua hal diatas memang menjadi pekerjaan rumah bagi golkar untuk mencapainya yakni profesionalisme kader dan sifat terbuka, namun pada sisi yang lainya mereka yang mendesak agenda perubahan dan tegaknya egalitarianisme juga patut membaca dan memikirkan ‘prinsip pengorganisasian’.
Dalam organisasi yang liberal apapun, tetap dikenal mekanisme aturan organisasi, cara penyampaian pendapat dan saluran komunikasi yang bisa ditempuh agar organisasi tersebut dapat berjalan optimal, bukan dengan hanya dengan dalih dinamika politik yang berkembang, lantas memangkas sejumlah kebijakan dan keputusan partai yang telah diambil secara bersama.
Karena hal yang patut diingat bahwa selama ini, golkar adalah kekuatan politik ‘jalan tengah’ yang senantiasa mengambil keputusanya berdasarkan kepala dingin, pertimbangan rasional, dan tentu saja daya manfaat bagi kepentingan rakyat secara luas.
Golkar tidak pernah berada pada titik ekstrim kanan maupun kiri, golkar adalah representasi dari alam berpikir orang indonesia yakni alam kekaryaan. Sejarah telah membuktikan bagaimana golkar bisa tetap bertahan melewati berbagai perubahan zaman dari orde ke orde, dengan karya nyata bukan dengan strategi pencitraan apalagi besar dari sterategi konflik.
Basis golkar selama ini, adalah daerah yang menjadi representasi dari para gubernur, bupati dan walikota yang mampu menunjukan karya-karya nyata ditengah rakyat, berbuat bagi pembangunan dan dekat dengan rakyat. Bukan mereka yang besar lewat konflik politik yang kemudian mendapatkan liputan dan pencitraan media.
Tak bisa saya membayangkan indonesia tanpa golkar ? dengan hadirnya polarisasi ideologi baik yang semakin mengarah ke kiri dengan ciri-ciri sosialisme yang sentralistik dan ke kanan yang begitu liberal dan kapitalistik, maka indonesia bisa jadi sudah bubar dari dahulu.
Golkar adalah kekuatan politik yang membawa dinamisasi jalan tengah, tidak berada pada titik ekstrim ideologi manapun dan selalu berusaha menjadi penengah dari dua kutub persaingan ideologi politik tersebut. Tanpa Golkar mungkin rakyat akan terus terlibat pada dua titik ekstrim ideologi politik tersebut dan akhirnya hanya disibukan untuk saling berebut pengaruh ideologi politik tanpa berpikir berbagai persoalan nyata yang dihadapi oleh rakyat.
Lewat jalan konsep negara kesejahteraan, golkar sebenarnya ingin berpesan bahwa cita-cita besar indonesia sebagaimana dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, yakni memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Karena itulah Golkar jangan di obok-obok, karena rakyat masih butuh dan akan tetap butuh Golkar karena indonesia adalah golkar itu sendiri.***
Komentar